Entri Populer

Selasa, 01 Maret 2011

Bahan Ajar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guna menghasilkan tamatan yang mempunyai  kemampuan sesuai standard kompetensi lulusan, diperlukan pengembangan pembelajaran untuk setiap kompetensi secara sistematis, terpadu, dan tuntas (mastery learning).
Pada pendidikan menengah umum, di samping buku-buku teks, juga dikenalkan adanya lembar-lembar pembelajaran (instructional sheet) dengan nama yang bermacam-macam, antara lain: lembar tugas (job sheet), lembar kerja (work sheet), lembar informasi (information sheet) dan bahan ajar lainnya baik cetak maupun non-cetak. Semua bahan yang digunakan untuk mendukung proses belajar itu disebut sebagai bahan ajar (teaching material).
Untuk pembelajaran yang bertujuan mencapai kompetensi sesuai profil kemampuan tamatan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperlukan kemampuan guru untuk dapat mengembangkan yang tepat. Dengan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) diharapkan siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi secara utuh, sesuai dengan kecepatan belajarnya. Untuk itu bahan ajar hendaknya disusun agar siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran mencapai  kompetensi.Description: http://meetabied.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang guru harus dapat mengembangkan bahan ajar dengan baik agar siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi. Makalah ini memaparkan tentang Bahan Ajar dengan rinci.

C.    Deskripsi Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi pembahasan terhadap Bahan Ajar dengan pembahasan sebagai berikut. 1) Pengertian Bahan Ajar, 2) Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar, 3) Prinsip Pengembangan Bahan Ajar, dan 4) Jenis Bahan Ajar.

D.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan tentang Bahan Ajar secara rinci.


BAB II
BAHAN AJAR
A.    Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training).
Bahan ajar berfungsi sebagai:
1.      Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
2.      Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
3.      Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.
Sebuah bahan ajar paling tidak  mencakup antara lain :
1.      Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
2.      Kompetensi yang akan dicapai
3.      Content atau isi  materi pembelajaran
4.      Informasi pendukung
5.      Latihan-latihan
6.      Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
7.      Evaluasi
8.      Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi
Guru perlu untuk mengembangkan bahan ajar, yakni antara lain; ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum,  karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Pada kurikukulum tingkat satuan pendidikan, standard kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Untuk mendukung kurikulum, sebuah bahan ajar bisa saja menempati posisi sebagai bahan ajar pokok ataupun suplementer. Bahan ajar pokok adalah bahan ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum. Sedangkan bahan ajar suplementer adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya, menambah ataupun memperdalam isi kurikulum.
Apabila bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh, maka membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Untuk mengembangkan bahan ajar, referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik itu berupa pengalaman ataupun pengetahauan sendiri, ataupun penggalian informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, internet, dll. Namun demikian, kalaupun bahan yang sesuai dengan kurikulum cukup melimpah bukan berarti kita tidak perlu mengembangkan bahan sendiri. Bagi siswa, seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu maka guru perlu membuat bahan ajar untuk menjadi pedoman bagi siswa.
Pertimbangan lain adalah karakteristik sasaran. Bahan ajar yang dikembangkan orang lain seringkali tidak cocok untuk siswa kita. Ada sejumlah alasan ketidakcocokan, misalnya, lingkungan sosial, geografis, budaya, dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik sasaran. Selain lingkungan sosial, budaya, dan geografis, karakteristik sasaran juga mencakup tahapan perkembangan siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, latar belakang keluarga dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran.
Selanjutnya, pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran yang seringkali siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut abstrak, rumit, asing, dsb. Untuk mengatasi kesulitan ini maka perlu dikembangkan bahan ajar yang tepat. Apabila materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat abstrak, maka bahan ajar harus mampu membantu siswa menggambarkan sesuatu yang abstrak gersebut, misalnya dengan penggunaan gambar, foto, bagan, skema, dll. Demikian pula materi yang rumit, harus dapat dijelaskan dengan cara yang sederhana, sesuai dengan tingkat berfikir siswa, sehingga menjadi lebih mudah dipahami.
B.     Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar

1.      Tujuan
Bahan ajar disusun dengan tujuan:
a.       Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.
b.      Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
c.       Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

2.      Manfaat
Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara lain:
a.       diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
b.      tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.
c.       bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
d.      menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar.
e.       bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
f.       tulisan tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Dengan tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka siswa akan mendapatkan manfaat yaitu, kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. Siswa akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.  Siswa juga akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.
C.    Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut adalah:
1.      Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak
Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka. Misalnya untuk menjelaskan konsep pasar, maka mulailah siswa diajak untuk berbicara tentang pasar yang terdapat di tempat mereka tinggal. Setelah itu, kita bisa membawa mereka untuk berbicara tentang berbagai jenis pasar lainnya.
2.      Pengulangan akan memperkuat pemahaman
Dalam pembelajaran, pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Dalam prinsip ini kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa 5 x 2 lebih baik daripada 2 x 5. Artinya, walaupun maksudnya sama, sesuatu informasi yang diulang-ulang, akan lebih berbekas pada ingatan siswa. Namun pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan.
3.      Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa
Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan respond yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal respond yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan menjadi penguatan pada diri siswa. Perkataan seorang guru seperti ’ya benar’ atau ‚’ya kamu pintar’ atau,’itu benar, namun akan lebih baik kalau begini…’ akan menimbulkan kepercayaan diri pada siswa bahwa ia telah menjawab atau mengerjakan sesuatu dengan benar. Sebaliknya, respond negatif akan mematahkan semangat siswa. Untuk itu, jangan lupa berikan umpan balik yang positif terhadap hasil kerja siswa.
4.      Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar
Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Untuk itu, maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar. Banyak cara untuk memberikan motivasi, antara lain dengan memberikan pujian, memberikan harapan, menjelas tujuan dan manfaat, memberi contoh, ataupun menceritakan sesuatu yang membuat siswa senang belajar, dll.
5.      Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.
Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan. Untuk mencapai suatu standard kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara. Ibarat anak tangga, semakin lebar anak tangga semakin sulit kita melangkah, namun juga anak tangga yang terlalu kecil terlampau mudah melewatinya. Untuk itu, maka guru perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga tersebut dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.
6.      Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk terus mencapai tujuan
Ibarat menempuh perjalanan jauh, untuk mencapai kota yang dituju, sepanjang perjalanan kita akan melewati kota-kota lain. Kita akan senang apabila pemandu perjalanan kita memberitahukan setiap kota yang dilewati, sehingga kita menjadi tahu sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi kita akan berjalan. Demikian pula dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi perjalanan. Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.
D.    Jenis Bahan Ajar

1.      Bahan Ajar Cetak (Printed)
Bahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk.  Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu:
a.       Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari.
b.      Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit.
c.       Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah
d.      Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
e.       Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
f.       Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa.
g.      Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar.
h.      Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
Kita mengenal berbagai jenis bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, dan leaflet.
a. Handout
Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik.  Menurut kamus Oxford hal 389, handout is prepared statement given. Handout adalah pernyataan yang telah disiapkan oleh pembicara.
Handout biasanya diambilkan dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan/ KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik.  Saat ini handout dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan cara down-load dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.
b. Buku
Buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah pikiran dari pengarangnya. Oleh pengarangnya isi buku didapat dari berbagai cara misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman, otobiografi, atau hasil imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi.   Menurut kamus oxford hal 94, buku diartikan sebagai: Book  is number of sheet of paper, either printed or blank, fastened  together in a cover. Buku adalah sejumlah lembaran kertas baik cetakan maupun kosong yang dijilid dan diberi kulit. Buku sebagai bahan ajar merupakan  buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.
Buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya.  Buku pelajaran berisi tentang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar, buku fiksi akan berisi tentang fikiran-fikiran fiksi si penulis, dan seterusnya.
c. Modul
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang:
a)      Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
b)      Kompetensi yang akan dicapai
c)      Content atau isi materi
d)     Informasi pendukung
e)      Latihan-latihan
f)       Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g)      Evaluasi
h)      Balikan terhadap hasil evaluasi
Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan peserta didik lainnya.  Dengan demikian maka modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.
d. Lembar kegiatan siswa
Lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.  Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.  Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya.  Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja.  Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya.   Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa  teoritis dan atau tugas-tugas praktis.   Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan.  Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survey tentang harga cabe dalam kurun waktu tertentu di suatu tempat.  Keuntungan adanya lembar kegiatan adalah bagi guru, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis.
Dalam menyiapkannya guru harus cermat dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai/ tidaknya sebuah KD dikuasai oleh peserta didik.
e. Brosur
Brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan dilipat tanpa dijilid atau selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap tentang perusahaan atau organisasi (Kamus besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1996).   Dengan demikian, maka brosur dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, selama sajian brosur diturunkan dari KD yang harus dikuasai oleh siswa. Mungkin saja brosur dapat menjadi bahan ajar yang menarik, karena bentuknya yang menarik dan praktis. Agar lembaran brosur tidak terlalu banyak, maka brosur didesain hanya memuat satu KD saja.  Ilustrasi dalam sebuah brosur akan menambah menarik minat peserta didik untuk menggunakannya.
f. Leaflet
A separate sheet of printed matter, often folded but not stitched (Webster’s New World, 1996) Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dimatikan/dijahit.  Agar terlihat menarik biasanya leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dipahami.   Leaflet sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat menggiring peserta didik untuk menguasai satu atau lebih KD.
g. Wallchart
Wallchart adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau  grafik yang bermakna menunjukkan posisi tertentu.  Agar wallchart terlihat lebih menarik bagi siswa maupun guru, maka wallchart didesain dengan menggunakan tata warna dan pengaturan proporsi yang baik. Wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu melaksanakan pembelajaran, namun dalam hal ini wallchart didesain sebagai bahan ajar.  Karena didesain sebagai bahan ajar, maka wallchart harus memenuhi kriteria sebagai bahan ajar antara lain bahwa memiliki kejelasan tentang KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik, diajarkan untuk berapa lama, dan bagaimana cara menggunakannya. Sebagai  contoh wallchart tentang siklus makhluk hidup binatang antara ular, tikus dan lingkungannya.
h. Foto/Gambar
Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan tulisan. Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih KD.
Menurut Weidenmann dalam buku Lehren mit Bildmedien menggambarkan bahwa melihat sebuah foto/gambar lebih tinggi maknanya dari pada membaca atau mendengar. Melalui membaca yang dapat diingat hanya 10%, dari mendengar yang diingat 20%, dan dari melihat yang diingat 30%.  Foto/gambar yang didesain secara baik dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Bahan ajar ini dalam menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis. Bahan tertulis dapat berupa petunjuk cara menggunakannya dan atau bahan tes.
2.      Bahan ajar dengar (audio)
 seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

3.      Bahan ajar pandang dengar (audio visual)
 seperti video compact disk, film.

4.      Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material)
seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training).
Tujuan penyusunan bahan ajar yaitu:
1.      Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial peserta didik.
2.      Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3.      Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Manfaat bahan ajar bagi guru, yaitu:
1.      Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
2.      Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.
3.      Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi.
4.      Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan.
5.      Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya.
6.      Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
Manfaat  bahan ajar bagi peserta didik:
1.      Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
2.      Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.
3.      Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya
Prinsip Pengembangan Bahan Ajar:
1.      Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak.
2.      Pengulangan akan memperkuat pemahaman.
3.      Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik.
4.      Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar.
5.      Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu.
6.      Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan
Jenis Bahan Ajar
1.      Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
2.      Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
3.      Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
4.      Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

B.      Saran
Dengan pemahaman diatas, kita dapat mengetahui tentang bahan ajar secara utuh. Semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk kita agar kelak ketika bias menjadi seorang pendidik yang aktif dan kreatif. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.












DAFTAR PUSTAKA

            http://andy-sapta.blogspot.com/2009/01/pengembangan-bahan-ajar-2.html diunduh pada 25 Desember 2010.
file:///I:/ Drs. Bandono, MM.pengembangan-bahan-ajar.php.htm diunduh pada 25 Desember 2010.
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/22/bahan-ajar-dan-pengembangan-bahan-ajar/ diunduh pada 25 Desember 2010.

permasalahan pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Permasalahan pendidikan adalah perbedaan program-program pendidikan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang terlaksana di lapangan. Semakin lebar perbedaan antara yang dicita-citakan dengan yang ditemui di lapangan, semakin kompleks permasalahan tersebut. Dari data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Semakin hari, permasalahan pendidikan berkembangan dengan cepat. Hal ini terjadi karena ada faktor yang mempengaruhinnya. Dalam makalah ini, selain membahas permasalahan pendidikan juga membahas factor yang mempengaruhi perkembangan permaslahan pendidikan tersebut dan solusi untuk pemecahan permasalahan pendidikan di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Berdassarkan latar belakang, masalah-masalah yang akan di bahas dapat di rumuskan sebagai berikut:
1.      Pendidikan di Indonesia
2.      Masalah pendidikan di Indonesia
3.      Factor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan di Indonesia
4.      Solusi pemecahan permasalahan pendidikan di Indonesia

C.    Manfaat penulisan
1.      Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2.      Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3.      Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

D.    Tujuan Penulisan
Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
  1. Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
  2. Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta gender.
  3. Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
  4. Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
  5. Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
  6. Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
  7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

B.     Permasalah Pendidikan di Indonesia
1.      Masalah Pemerataan Pendidikan
Diharapkan ideal: “pendidikan nasional dapat menyajikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Indonesia untuk memperoleh pendidikan”. Kenyataannya masih banyak warga usia ekolah tidak tertampung di lembaga pendidikan (sekolah) yang ada (Sumber statistic pendidikan daerah atau nasional).
Permasalahannya ialah bagaimana system pendidikan di kelola sehingga dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara memperoleh pendidikan. Dengan memperikan kesempatan yang seluas-luasnya itu diharapkan pendidikan akan semakin merata, karena merata dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin dicapai. Hal ini antara lain disebabkan peraturan perundang-undangan tentang wajib belajar (wajar) tidak diikuti dengan sangsi bagi yang tidak mengikutinya, karena system pendidikan itu sendiri belum memungkinkan untuk itu.

2.      Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan umumnya dilihat dari hasi pendidikan itu sendiri. Kriteria untuk hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Kadar ketercapaian ini mulai dapat di lihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu tujuan pembelajaran khusus (TPK). Kualitas ketercapaian TPK selanjutnya dapat dapat menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran umum (TPU). Demikian secara hirarki sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh/tinggi yaitu tujuan kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga pendidikan) dan tujuan nasional pendidikan. Tujuan-tujuan ini dibuat atau diterapkan sebelum proses pendidikan dimulai.
Kadar ketercapaian tujuan tersebut tergantung pada unit/lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut. Unit terkecil yang akan menentukan tersebut ialah guru mata pelajaran (dosen mata kuliah) yang bersangkutan.
Memang kadar ketercapaian tujuan tersebut sukar diterapkan secara eksak, karena alat ukur keberhasilan seseorang anak di sekolah belum ada yang baku (standar).
Keadaan seperti ini menyebabkan kita mengalami kesukaran untuk menetapkan kadar mutu yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, permassalahan mutu pendidikan sukar diketahui dalam arti yang sesungguhnya. Apalagi bila evaluator dilakukan oleh orang yang berbeda dengan criteria yang berbeda pula maka gambar permasalahan mutu  ini sesuatu yang misteri.



3.      Permasalahan Efisiensi dan Efektifitas
a.       Efisiensi
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

b.      Efektifitas
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

4.      Masalah Relevansi Pendidikan
Pendidikan dikatakan relevan ialah bila sistempendidikan dapat menghasilkan output (keluaran) yang sesuai dengan kebutuhhan pembangunan. Kesesuaian (relevansi) tersebut meliputi kuantitas ataupun kualitas output tersebut. Selanjutnya kesesuian tersebut hendaknya mempunyai tingkat keterkaitan (link) dan kesepadanan (match).
5.       Standardisasi Pendidikan di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang dibahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas,ada beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu:

1.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

C.    Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Permasalahan Pendidikan
1.      Pengaruh IPTEK
a.       IP (Ilmu Pengetahuan)
Berkembangnya IP (Science), apakah bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan sebagainya jelas akan membawa masalah dalam bidang pendidikan, missal saja, materi/bahan pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sudah harus diubah/disesuaikan.




b.      TEK (Teknologi)
Perkembangan teknologi, misalnya teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi akan menimbulkan kondisi ekonomi social baru. Persyaratan kerya, kebutuhan tenaga kerja, system pelayanan dan lain-lain akan serba baru. Perkembangan seperti ini akan menimbulkan masalah dalam sistempendidikan. System yang ada mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, oleh karenanya perlu di tanggulangi.
c.       S (Seni)
Aktivitas kesenian mempunyai andil yang cukup besar dalam membentuk manusia seutuhnya (tujuan pendidikan). Secara khusus kesenian dapat mengembangkan domain/aspek afektif dari peserta didik.

2.      Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat akan menyebabkan berkembangnya masalah pendidikan, misalnya masalah pemerataan.dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat maka jumlah anak usia sekolah semakin banyak.

3.      Aspirasi Masyarakat
Kecenderungan aspirasi masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun sudah terlihat. Masyarakat sudah melihat bahwa pendidikkan akan lebih menjamin memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap atau akan meningkatkan status sosial mereka.

4.      Keterbelakangan Budaya dan Sarana kehidupan
Masyarakat kita yang umumnya berada di daerah terpencil, yang ekonominya lemah dan kurang terdidik akan mengalami keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan.


D.    Solusi Pemecahan Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Solusi untuk memecahkan masalah pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan harus senantiasa diperbaharui (direnovasi) sesuai dengan perkembangannya yang terjadi di luar bidang pendidikan itu sendiri. Misalnya kurikulum harus flaksibel, jika perlu diperbaharui.
2.      Pendidikan (bersama bidang terkait) berusaha menahan laju pertumbuhan penduduk atau pendidikan harus mencari system baru yang dapat melayani semua orang yang memerlukan pendidikan.
3.      Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan didukung dan didorong terus agar lebih meningkat lagi. Sementara itu system pendidikan diperbaharui/dikembangkan sehingga dapat memenuhi aspirasi tersebut.
4.      System pendidikan meningkatakan peran/fungsinya sebagai pengembangan kebudayaan diseluruh plosok tanah air. Sejalan dengan itu pihak lain yang terkait harus dapat membuka keterisolasian sehingga desa kita dan/atau membuka sarana kehidupan yang lebuh baik.
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
  1. Rendahnya sarana fisik,
  2. Rendahnya kualitas guru,
  3. Rendahnya kesejahteraan guru,
  4. Rendahnya prestasi siswa,
  5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
  6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
  7. Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

B.     Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.


DAFTAR PUSTAKA

Contoh-makalah-contoh-makalah-tentang.html. Di unduh pada 4 januari 2011.

Ciri-ciri masalah pendidikan di indonesia biologi online.htm. Di unduh pada 4 Januari 2011.

Makalah “masalah pendidikan di indonesia” « meilanikasim’s blog.htm. Di unduh pada 4 januari 2011.

Tim Penyusunan Mata Kuliah Pengantar Pendidikan. 2006. Bahan Ajar Pengantar Pendidikan. Universitas Negeri Padang.