Bahasa Indonesia Kurang Perhatian
Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang adalah
bahasa Indonesia yang berkembang dan dikembangkan dengan modal uitama bahasa
Melayu, yang dapat dikemukakan dengan rumusan matematika: BM+bd+ba. Artinya,
modal utama bahasa Indonesia sekarang adalah bahasa Melayu (BM); diperkaya oleh
sebagian kecil kosakata bahasa daerah dan sebagian kecil kosakata bahasa asing
(bd dan ba dengan grafem kecil). (Ermanto, 2010:2)
Bertolak dari sejarah pertumbuhan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia dapat kita lihat kedudukan, fungsi, dan ragam-ragam
bahasa Indonesia di bumi Indonesia ini. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaaan nasional, lambang
identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Emapat fungsi bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa resmi kenegaraan,
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah, dan sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Salah satu bentuk ragam atau variasi bahasa
Indonesia dari bahasa lainnya adalah bahasa Indonesia resmi (baku). Ermanto,
(2010:19) mengatakan bahwa bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang
umumnya digunakan oleh masyarakat terdidik.
Pengguna bahasa Indonesia baku adalah masyarakat pendidikan yang dalam
kehidupan sehari-hari adalah lulusan sekolah menengah, para sarjana yang
bekerja pada lembaga dan instansi pemerintahan maupun swasta, termasuk
lembaga-lembaga penyiaran cetak dan elektronik.
Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
setiap acara resmi/formal di televisi (tv), surat kabar, majalah, dan buku
merupakan guru yang paling berpengaruh dan memiliki dampak yang positif dalam
pemakaian bahasa. Sebaliknya, jika bahasa di media masa elektronika, media masa
cetak kacau, pengaruh yang ditimbukan akan sangat merugikan dalam pemahaman
bahasa Indonesia. Usaha guru dan dosen dalam membina anak didik untuk berbahasa
yang baik dan benar akan hilang atau tidak berguna jika para penyiar televisi
dan radio, surat kabar, dan buku kurang menunjang karena anjuran guru di dalam
kelas berbeda dengan pemakaian bahasa
media masa dan buku di luar kelas. (Arifin, 2001:8)
Beberapa observasi yang telah dilakukan, membuktikan
hal di atas bahwa bahasa Indonesia sekarang ini telah meredup, artinya
pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak lagi diindahkan oleh
pemakai bahasa. Di SMP dan SMA terdapat berbagai kendala dan kelemahan dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia. Berbagai faktor menyebabkan hal tersebut, baik
dari guru, proses pembelajaran, maupun siswa sendiri. Siswa tidak memiliki
referensi yang cukup untuk menunjang pemahaman tentang bahasa Indonesia. Media
masa elektronik dan media masa cetak, maupun buku-buku banyak yang kurang
memperhatikan bahasa Indonesia ragam tulis yang baik dan benar. Berbagai
kesalahan penulisan tidak jarang terjadi, seperti penerapan kaidah ejaan bahasa
yang disempurnakan dan penggunaan kalimat
yang baik.
Tulisan yang ada pada berbagai media masa dan
tulisan dalam buku-buku tersebut merupakan produk wartawan, redaksi, dan
penerbit yang sangat besar perannya dalam pembinaan bahasa. Oleh karena itu,
suatu hal yang sangat dianjurkan bahwa wartawan dan redaksi penerbit perlu
meningkatkan kemahirannya dalam memperagakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam tulisan-tulisan mereka.
Masyarakat terdidik yang sangat sering menggunakan
bahasa Indonesia ragam tulis dalam berbagai aktivitas, siswa, mahasiswa,
wartawan/jurnalis, pegawai, guru, dosen, pengacara, pejabat eksekutif, anggota
legislatif, dan para penegek hukum sudah selayaknya menggunakan bahasa
Indonesia ragam tulis yang baik dan benar agar menjadi penyelenggara negara
yang berwibawa. Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan dan lambang
identitas nasional dapat dibuktikan.
Adanya kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa
Indonesia harus ditindaklanjuti untuk segera dilakukan pembenahan. Penanganan
yang setengah-setengah atau tidak secara tuntas akan berakibat pada semakin
rusaknya tatanan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat
kesalahan-kesalahan tersebut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang dapat
diterima dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa oleh masyarakat. Oleh
karena itu harus ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat
sehingga upaya untuk mewujudkan peran media masa dan buku-buku yang merupakan salah
satu guru Bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi masyarakat akan dapat
terwujud.